BAB
IV PERLINDUNGAN TENAGAKERJA
Tujuan perlindungan
tenaga kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara
harmonis tanpa adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah
Adapun dasar hukum perlindungan tenaga kerja, antara lain: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
A.
PRINSIP PERLINDUNGAN TENAGA KERJA
Perlindungan tenaga
kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum ketenagakerjaan. beberapa pasal
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan di antaranya
mengatur hal itu Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah
memberikan perlindungan kepada Ketentuan Pasal 5 secara yuridis memberikan
perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan
jenis kelamin,suku,ras,agama dan aliran politik sesuai dengan minat dan
kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap
para penyandang cacat.
B.
JENIS DAN OBJEK PERLINDUNGAN TENAGA
KERJA
1. Jenis
Perlindungan Tenaga Kerja
Menurut soepomo dalam Asikin (1993:76)
perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a)
Perlindungan
ekonomis
yaitu perlindungan tenaga kerja dalam
bentuk penghasilan yang cukup, termasuk jika tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya
b)
Perlindungan
sosial
yaitu perlindungan tenaga kerja dalam
bentuk jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak
dan untuk berorganisasi
c)
perlindungan
teknis
yaitu perlindungan tenaga kerja dalam
bentuk keamanan dan keselamatan kerja.
2. Objek
Perlindungan Tenaga Kerja
Objek perlindungan
tenaga kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 meliputi:
a)
perlindungan atas hak-hak dalam
hubungan kerja
b)
perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh
untuk berunding dengan pengusaha dan mogok kerja
Berikut
diuraikan perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan,anak,dan penyandang
cacat berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
a)
Perlindunga pekerja/buruh perempuan
1) Dilarang
mempekerjakan pukul 23.00 sampai 07.00 (pasal 76 ayat 1)
2) Dilarang
memberikan pekerjaan yang berbahaya menurut keterangan dokter bagi keselamatan
dan kesehatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai 07.00
(pasal 76 ayat 2)
3) Jika
mempekerjakan anatar pukul 23.00 sampai 07.00 pengusaha wajib menyediakan
pasilitas
o
Memberikan makanan bergizi dan
o
Menjaga kesusilaan dan keamanan selama
di tempat kerja
4) Menyediakan
angkutan antar jemput, jika berangkat dan pulang antara pukul 23.00 sampai
dengan 05.00 (pasal 76 ayat 4)
5) Tidak
wajib bekerja pada hari pertama dan kedua haid, jika merasakan sakit saat haid
(pasal 81 ayat 1 UU no 13 tahun 2003)
6) Berhak
mendapatkan istirahat salama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 sesudah
melahirkan (pasal 82 ayat 2 UU no 13 Th 2003)
7) Berhak
mendapatkan istirahat 1,5 atau sesuai perhitungan dokter bulan jika mengalami
keguguran kandungan (Pasal 82 ayat 2 UU No 13 Th 2003)
8) Di
berikan waktu untuk menyusui jika harus di lakukan selama waktu kerja (pasal 83
UU No 13 Tahun 2003)
b)
Perlindungan
anak
1) Pengusaha
dilarang mempekerjakan anak (pasal 68)
2) Ketentuan
Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak berumur antara tiga belas tahun sampai
dengan lima belas tahun untuk melalukan pekerjaan ringan sepanjang tidak
mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik,mental dan sosial (pasal 69 ayat 1)
3) Jika
ingin mempekerjakan anak harus memenuhi syarat ( Pasal 69 ayat 2 ) :
§ Izin
tertulis dari orang tua atau wali
§ Perjanjian
anatara pengusaha dan orang tua atau wali
§ Waktu
kerja maksimum 3 jam sehari
§ Dilakukan
pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah
§ Keselamatan
dan kesehatan kerja
§ Adanya
hubungan kerja yang jelas
§ Menerima
upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
4) Tempat
kerja antara pekerja anak dan pekerja dewasa harus di pisah (pasal 72)
5) Anak
dianggap bekerja bilamana ada di tempat kerja atau dapat di buktikan sebaliknya
(pasal 73)
6) Dilarang
menempatkan anak pada pekerjaan terburuk pasal 74 ayat 1) meliputi pekerjaan :
§ Dalam
bentuk perbudakan atau sejenisnya
§ Mempekerjakan
di bidang prostitusi dan sejenisnya
§ Mempekerjakan
di bidang penyediana minuman keras dan obat terlarang
§ Membahayakan
keselamat kesehatan atau moral anak.
c)
Perlindunga
penyandang cacat
Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang
cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatannya (Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). Bentuk
perlindungan tersebut,seperti penyediaan aksesibilitas,pemberian alat kerja,
dan alat perlindungan diri.
C.
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
1. Prinsip
Keselamatan Tenaga dan Kesehatan Kerja
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan (Pasal 86 dan 87)
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per-05/Men/1996 tentang Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
2. Maksud
dan Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a.
melindungi
pekerja dari resiko kecelakaan kerja
b.
meningkatkan
derajat kesehatan para pekerja/buruh
c.
agar
pekerja/buruh dan orang-orang di sekitarnya terjamin kesehatan matanya
d.
menjaga agar sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman dan berdaya guna
3. Ruang
Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Ruang
lingkup keselamatan dan kesehatan kerja adalah di segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah , di permukaan air , di dalam air maupun di udara dalam
wilayah negara Republik Indonesia. Unsur tempat kerja ada tiga yaitu:
a.
adanya
suatu usaha,baik bersifat ekonomis maupun sosial
b.
adanya
sumber usaha
c.
adanya
tenaga kerja yang bekerja di dalamnya,baik terus-menerus maupun sewaktu-waktu
4. Kewajiban
Para Pihak
a) Kewajiban
pengusaha
1) Terhadap
pekerja/buruh yang baru pengusaha wajib menjelaskan
o
tentang kondisi dan bahaya yang dapat
timbul di lingkungan kerja
o
semua alat pengaman dan perlindungan
yang di gunakan
o
cara dan sikap yang aman dalam melakukan
pekerjaan
o
memeriksa kesehatan, baik fisik maupun
mental pekerja yang bersangkutan
2) Terhadap
pekerja atau buruh yang telah atau sedang di pekerjakan
o
Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan
kecelakaan kerja, penanggulangan kebakaran, pemberian P2K3 dan peningkatan
usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada umurnya.
o
Memeriksa kesehatan pekerja secara
berkala
3) Menyediakan
alat perlindungan diri secara Cuma-Cuma
4) Memasang
gambar dan UU Keselamatan dan kesehatan kerja dan ha2 yang membahayakan di
tempat kerja.
5) Melaporkan
semua kecelakaan yang terjadi akibat kerja yang terjadi di temapt kerja pada
dinas tenaga setempat.
b) Kewajiban
dan Hak pekerja/buruh
1) Kewajiban
Pekerja atau Buruh
o
Memberikan keterangan yang benar bila di
minta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
o
Memakai alat pelindung diri yang di
wajibkan.
o
Memenuhi dan menaati persyaratan
keselamatan dan kesehatan kerja yang bersangkutan.
2) Hak
Pekerja atau Buruh
o
Meminta pada pinpinan atau pengurus
perusahaan agar di laksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
di wajibkan di tempat kerja yang bersangkutan.
o
Menyatakan keberatan jika syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat pelindung diri yang di wajibkan tidak
dipenuhi
D.
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Pengertian Jaminan Sosial Tenaga
Kerja menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
adalah suatu perlindungan bagu tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja,sakit,hamil,bersalin,hari tua,dan meninggal tua.
E.
PERLINDUNGAN UPAH
Pengupahan termasuk kedalah hal yang
sangat penting dalam perlindungan kerja hal ini di tegaskan dalam pasal 88 ayat
1 UU No 13 Th 2003.
1. Asas
Pengupahan
a) Pasal
2 PP No 8 Th 1981 hak menerima upah timbul saat seorang dalam masa bekerja dan
berakhir pada saat masa kerja selesai.
b) Pasal
3 PP No 8 Th 1981 tentang perlindungan upah pengusaha tidak boleh melakukan
dikriminasi untuk jenis pekerjaan yang sama.
c) Pasal
77 ayat 1 UU No 13 Th 2003 tentang ketenagakerjaan setiap pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan waktu kerja.
d) Pasal
78 ayat 2 UU No 13 Th 2003 tentang ketenagakerjaan pengusaha wajib memberikan
upah lembur jika bekerja melebihi waktu kerja.
e) Pasal
85 ayat 3 UU No 13 Th 2003 tentang ketenagakerjaan, wajib memberikan upah
lembur jika mempekerjakan di hari libur resmi.
f) Pasal
90 ayat 1 UU No 13 Th 2003 tentang ketenagakerjaan dilarang memberikan upah
lebih rendah daripada ketentuan upah minimum.
g) Pasal
93 ayat 1 UU No 13 Th 2003 tentang ketenagakerjaan upah tidak di bayar jika
pekerja tidak melakukan pekerjaan.
h) Pasal
95 ayat 2 UU No 13 Th 2003 komponen upah
terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, dengan formulasi upah pokok
minimal 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
i)
Pasal 95 ayat 1 UU No 13 Th 2003 tentang
ketenagakerjaan jika pekerja atau buruh melakukan kesalahan yang disengaja atau
lalai dapat di kenakan denda.
j)
Pasal 95 ayat 2 UU No 13 Th 2003 tentang
ketenagakerjaan jika telat membayar upah secara sengaja atau lalai, di kenakan
denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah.
k) Pasal
95 ayat 4 UU No 13 Th 2003 tentang
ketenagakerjaan jika perusahaan mengalami pailit maka upah dan hak-hak yang
lianya dari buruh menjadi utang yang harus di dahulukan pembayarannya.
l)
Pasal 96 UU No 13 Th 2003 tentang
ketenagakerjaan kadaluarsa dari hutanng pembayaran upah dan hak-hak lainya
adalah dua tahun sejak timbulnya hak.
2. Bentuk
Upah
Bentuk upah berupa uang namun secara normative
upah dapat di berikan dalam bentuk lain berdasarkan perjanjian atau peraturan
perundang, dengan batas nilai tidak melebihi 25% dari nilai upah yang
seharusnya di terima (pasal 12 PP No 8 tahun 1981)
3. Upah
Minimum
Yang
di maksud dengan upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas
upah poko termasuk tunjangan tetap. Menurut ketentuan pasal 1 ayat 2 Peraturan
Menteri tenaga Kerja Nomor Per-01/m3n/1999 tentang upah minimum.
Berdasarkan
Permen Tenaga Kerja No Per-01/men/1999 jo Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No Kep-226/Men/2000 jangkuan wilayah berlakunya upah minimum
meliputi ;
a) Upah
Minimum Provinsi (UMP berlaku di seluruh Kabupaten/kota dalam satu wilayah
Propinsi
b) Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berlaku dalam satu wilayah Kabupaten/kota.
Di samping itu ada upah minimum
berdasarkan kelompok Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) di sebut Upah Minimum
Sektoral, yang terbagi menjadi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah
Minimum Sektoral Kabupaten/kota (UMSK).
4. Upah
Lembur
Upah
lembur adalah upah yang di berikan pengusaha pada pekerja karena telah
melakukan pekerjaan atas permintaan pengusaha yang melebihi dari jam dan hari
kerja ( tujuh jam sehari dan 40 jam seminggu) atau pada hari istirahat
mingguan, hari-hari besar yang telah di tetapkan pemerintah (Surat Edaran
Dirjen Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja Nomor
SE-02/M/BW/1978).
5. Beberapa
Alasan bagi Pekerja/Buruh Untuk Tetap Berhak Menerima Upah
Pengecualian
prinsip “no work no pay” diatur dalam
UU No 13 Th 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No 8 Th 1981 Tentang
Perlindungan Upah.
6. Keterlambatan
Pembayaran Upah
Berdasarkan
pasal 10 PP No 8 Th 1981 menyatakan bahwa upah harus di bayar oleh pengusaha
kepada pekerja secara tepat waktu sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami
keterlambatan maka pengusaha kena denda sesuai dengan persentase tertentu dari
upah sebesar yaitu :
a) 5%
perhari keterlambatan, untuk hari ke empat sampai kedelapan.
b) 1%
perhari keterlambatan, untuk hari kesembilan dan seterusnya. Dengan catatan
tidak boleh melebihi 50% dari upah keseluruhan yang harusnya di terima oleh
pekerja.
c) Apabila
melebihi sebulan masih belum di bayar, di samping denda pengusaha juga wajib
membayar bunga ( sesuai dengan bunga bank untuk kredit perusahaan yang
bersangkutan)
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengusaha wajib
membayar upah dan dendanya sebesar 150%, dan bunga jika melebihi tiga puluh
hari sejak hari ke-4 keterlambatan.
BAB
V PELATIHAN TENAGAKERJA
Yang dimaksud pelatihan
kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,memperoleh, meningkatkan ,
serta mengembangkan potensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dam etos
kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan atau pekerja (Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003).
Ketentuan Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
“ setiap tenaga kerja
berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi
kerja sesuai dengan bakat,minat,dan kemampuan melalui pelatihan kerja”
BAB
VI PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
A.
PENGERTIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL
Secara historis pengertian
perselisiha perburuhan adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan
majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubung dengan tidak
adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja, dan/atau
keadaan perburuhan (Pasal 1 ayat huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957)
B.
JENIS PERSELISIAHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Berdasarkan beberapa
literatur hukum ketenagakerjaan pada awalnya peselisihan hubungan industrial
dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Peselisihan hak (Rechtsgeschillen)
Yaitu perselisihan yang timbul karena salah satu oihak tidak memenuhi isi
perjanjian kerja,peraturan perusahaan,
perjanjian perburuhan atau ketentuan perundangan ketenagakerjaan
2. Perselisihan
Kepentingan (Balangengeschillen) Yaitu
perselisihan yang terjadi akibat dari perubahan syarat-syarat perubahan atau
yang timbul karena tidak ada persesuaian paham mengenai syarat-syarat kerja dan
atau keadaan perburuhan.
Sedangkan menurut Widodo dan Judiantoro (1992:
25-26) berdasarkan sifat perselisihan dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Peselisihan
Perburuhan Kolektif
2. Perselisihan
Perburuhan Perseorangan
Berdasarkan ketentuan terakhir , yakni Pasal 2
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 disebutkan
bahwa jenis peselisihan hubungan industrial meliputi empat macam
1. Peselisihan
Hak
2. Perselisihan
Kepentingan
3. Perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja
4. Perselisihan
antar-Serikat Pekerja/Serikat Buruh Hanya dalam Satu Perusahaan
C.
PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Secara teoritis ada tiga cara
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial (Budiono, 1995: 161), melaui perundingan, menyerahkan pada
Juru/dewan pemisah, dan menyerahkan kepada pegawai perburuhan untuk di
perantai.
1. Bipartit
Merupakan mekanisme adalah tata cara
atau proses perundingan yang di lakukan antara dua pihak, yaitu pihak yang
berselisih.
2. Konsiliasi
Atau Arbitrase
a) Konsilasi
Merupakan cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang melibatkan
orang ketiga dalam hal ini perselisihan yang terjadi adalah perselisihan
kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara serikat pekerja atau
serikat buruh dalam satu perusahaan.
b) Arbitrase
merupakan Merupakan cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
melibatkan orang ketiga dalam hal ini perselisihan yang terjadi adalah
perselisihan kepentingan antara serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu
perusahaan.
3. Mediasi
Lingkup
dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi meliputi
empat jenis perselisihan, yaitu :
1) Perselisihan
HAK
2) Perselisihan
Kepentingan
3) Perselisihan
PHK dan
4) Perselisihan
Antara Serikat Pekerja/Buruh dalam satu perusahaan
4. Pengadilan
Hubungan Industrial
Penyelesaian
melaui pengadilan adalah jalan terakhir yang harus di tempuh, dan jalan ini
bukan lah suatau kewajiban tetapi suatu hak bagi pihak yang berselisih.
D.
MOGOK KERJA (STRIKE) DAN PENUTUPAN
PERUSAHAAN (LOCK OUT)
1. Mogok
Kerja (Strike)
Pada
prinsifnya mogok kerja merupakan hak dasar pekerja atau burh dan serikat
Pekerja/Buruh di lakukan secara sah, tertib, da damai sebagai akibat gagalnya
perundingan.
Mogok
kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang telah di rencanakan dan di laksanakan
secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/buruh untuk menghentikan atau
memperlambat pekerja (Pasal 1 angka 23 UU No 13 tahun 2003)
Tujuan mogok kerja ada dua yaitu :
a) Tujuan
normatif yaitu tujuan yang di dasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat
di dalam peraturan perundang-undangan
b) Tujuan
tidak normatif yang tidak di dasarkan pada peraturan perundang-undangan
2. Penutupan
Perusahaan (lock Out)
Penutupan
perusahaan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh
seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan.
E.
PERANAN PORLI TERHADAP PENEGAKAN HUKUM
DAN KETERLIBATAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Berdasarkan keputusan kepala kepolisian negara Republik
Indonesia Nomor POL 1 Tahun 2005 tentang Pedoman Tindakan Kepolisian Negara
Republik Indonesia pada penegakan Hukum dan Ketertiban dalam perselisiha
hubungan industrial
BAB
VII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN HAK-HAK PEKERJA /BURUH
Bagi pekerja/buruh pemutusan
hubungan kerja (PHK) merupakan awal hilangnya mata pencaharian , berarti
pekerja/buruh kehilangan pekerjaan atau penghasilan.
Beberapa dasar
hukum pengaturan PHK adalah:
1)
Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2)
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian hubungan kerja di perusahaan swasta.
A.
PENGERTIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Menurut Halim (1990:136) bahwa :
“
pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena
suatu hal tertentu”
Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (4) keputusan menteri
tenaga kerja Nomor Kep-15A/Men/1994 bahwa:
“
PHK ialah pengakhiran hubungan kerja antara pengusha dan kerja berdasarkan izin
Panitia Daerah atau Panitia Pusat”
Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
menyebutkan bahwa:
“
pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
dan pengusaha”
B.
JENIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
1. Pemutusan
Hubungan Kerja demi Hukum
Pemutusan
hubungan kerja demi hukum ialah PHK yang terjadi dengan sendirinya secara
hukum. Beradasrkan pasal 1603e KUH Perdata menyebutkan bahwa :
“hubungan kerja berakhir demi hukum jika
habis waktunya yang di tetapkan
dalam perjanjian dan dalam peraturan Undang-Undang atau jika semuanya itu tidak ada, menurut kebiasaan”
2. Pemutusan
Hubungan Kerja oleh Pengadilan
Pemutusan
Hubungan Kerja oleh pengadilan ialah tindakan PHK karena adanya putusan hakim
pengadilan. Masalahnya terkait dengan pemberlakuan UU No 2 Th 2004.
3. Pemutusan
Hubungan Kerja oleh Pekerja/Buruh
Adalah
PHK yang timbul atas kehendak pekerja/buruh secara murni tanpa adanya rekayasa
dari pihak lain.
4. Pemutusan
Hubungan Kerja oleh Pengusaha
Adalah
dimana kehendak atau Prakarsanya berasal dari pengusaha karena adanya
pelanggaran atau kesalahan yang di lakukan oleh pekerja atau buruh atau mungkin
karena factor-faktor lain,
C.
PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
1. Prosedur
PHK Secara Umum
1) Sebelumnya
semua pihak harus menghindari terjadinya PHK ( Pasal 151 ayat 1)
2) Jika
tidak dapat dihindari, pengusaha dan serikat pekrja/buruh melakuakn perundingan
(pasal 151 ayat 2)
3) Jika
perundingan berhasil buat perjanjian bersama
4) Jika
tidak berhasil, pengusaha mengajukan permohonan penetapan secara tertulis di
sertai dasar dan alasan-alasannya kepada pengadilan hubungan industrial (Pasal
151 ayat 3) dan Pasal 152 ayat 1)
5) Selama
belum ada penetapan/putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial, kedua pihak tetap melaksanakan kewajiban masing-masing (pasal 155
ayat 2)
6) Pengusaha
dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan huruf e berupa tindakan
skorsing, tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK
dengan tetap wajib membayar upah beserta Hak-Hak lainnya yang biasa di terima
oleh pekerja/buruh (pasal 155 ayat 3)
2. Prosedur
PHK oleh Pengusaha
a) PHK
karena kesalahan ringan
Biasanya di atur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
b) PHK
karena kesalahan berat
Hanya dapat di lakukan setelah adanya
putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracth).
(Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perkara No
012/PUU-I/2003)
3. Prosedur
PHK oleh Pekerja/Buruh
a) Prosedur
PHK karena permintaan pengunduran diri
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 harus memenuhi syarat :
1)
mengajukan permohonan pengunduran diri
secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri;
2)
tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
3)
tetap melaksanakan kewajibannya sampai
tanggal mulai pengunduran diri.
b) Prosedur
PHK karena permohonan kepada pengadilan hubungan industrial
Diatur
dalam pasal 169 ayat 1 Undang-Undang No 13 Th 2003 Bahwa pekerja/buruh dapat
mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
D.
PENETAPAN HAK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
1. Uang
Pesangon Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai
akibat adanya (PHK)
2. Uang
Penghargaan Masa Kerja Yaitu uang jasa sebagai penghargaan pengusaha kepada
pekerja yang di kaitakan dengan lamanya masa kerja.
3. Ganti
Kerugian Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai
penggantian istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ke tempat di
mana pekerja di terima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan, DLL
yang di tentukan oleh P4D/P4P. sebagai akibat dari adanya pemutusan hubungan
kerja.
BAB
VIII PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Pengawasan merupakan
unsure penting dalam perlindungan tenaga kerja dan sekaligus sebagai upaya
penegakan hukum ketenagakerjaan secara menyeluruh. Pengawasan ketenaga kerjaan
di bagi kedalam 2 pendekatan yaitu :
1. Preventif
edukatif
Dilakukan
jika adanya kemungkinan dan masih adanya kesadaran masyrakat untuk mematuhi
hukum.
2. Refresif
justisia
Cara
ini akan dilakukan jika cara pertama sudah tidak efektif lagi, dengan maksud
masyarakat mau melaksanakan hukum walaupun dengan keterpaksaan.
Sasaran dari pengawasan
ketenagakerjaan adalah untuk meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran UU
ketenagakerjaan sehingga proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik
dan harmonis. Dan tujuan sosial dari perlindunagn ketenagakerjaan adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan dan jaminan sosial pekerja/buruh, mendorong kinerja dunia usaha,
serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Ruang lingkup dari pengawasan
ketenagakerja menurut Pasal 1 UU No 23 tahun 1948 meliputi :
1. Mengawasi
berlakunya Undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan pada khususnya.
2. Mengumpulkan
bahan-bahan mengenai masalah ketenagakerjaan guna penyempurnaan atau pembuatan
Undang-Undang ketenagakerjaan.
3. Menjalankan
pekerjaan lain sesuai Undang-undang.
BAB
IX ORGANISASI PEKERJA/BURUH, ORGANISASI PENGUSAHA DAN ORGANISASI PERBURUHAN
INTERNASIONAL
A.
ORGANISASI PEKERJA/BURUH
1. Dasar
Hukum
a) UUD
1945
b) UU
No 21 Th 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh
c) UU
No 13 Th 2003 tentang ketenagakerjaan
d) UU
No 2 Th 2004 Tentang Penyelesaian perselisihan hubungan Industrial
e) KEPRES
No 83 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi.
f) Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-16/Men/2001 tentang Tata Cara
Pencatatan Serikat Pekerja/Buruh.
g) Keputuan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 201/Men/2001 tentang Keterwakilan
dalam Lembaga Hubungan Industrial.
h) PERMEN
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-06/Men/IV/2005 tentang pedoman
Vertifikasi Keanggotaan Serikat Pekerja/Buruh.
2. Sejarah
Berdirinya Organisasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Serikat
Pekerja/Buruh pertama kali berdiri pada tahun 1876 yaitu Serikat Guru Belanda
(Nederland Indische Onderwys Genootschap). Lalu pada tahun 1908 lahirnya BOEDI
OETOMO, mulialah bermunculan Serikat Buruh Pekerja Kereta Api dan Trem pada
tahun yang sama. Setalah bermunculan serikat buruh yang berdampingan dengan
partai politik pada akhirnya pada tanggal 1 November 1969 lahirlah Majelis
Perpusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) sebagai upaya penyatuan dan
penyederhanaan organisasi/serikat pekrja. Berawal dari MPBI ini lalu lahirlah
Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia pada tanggal 20 februari 1973, yang
melahirkan Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI). Yang memiliki prinsif tetap
menjungjung tinggi asas demokrasi, bebas, dan bertanggung jawab.
3. Hak
dan Kewajiban Serikat Pekerja/serikat buruh
a) Hak
serikat Pekerja/Buruh
1) Membuat
perjanjian kerja bersama dengan pengusaha.
2) Mewakkili
pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial
3) Mewakili
pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan
4) Membentuk
lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan
kesejahteraan pekerja/buruh
5) Melakukan
kegiatan lainya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan UU
6) Apat
beratifiliasi dan atau bekerja sama dengan SP/SB internasional atau organisasi
internasional lainnya
b) Kewajiban
Serikat Pekerja/Buruh
1) Melindungi
dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangakan kepentingannya.
2) Memperjuangkan
peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya.
3) Mempertanggungjawabkan
kegiatan organisasi kepada anggota sesuai AD/ART
4. Multiserikat
Pekerja/Serikat Buruh
Dasar
dari kebeasan berserikat menjadi dasar pijakansetiap organisasi Pekerja/Buruh.
Namun demikian tetap saja semuanya harus di lakukan dengan rambu-rambu dan
korisor secara hukum secara bertanggung jawab. Koordinasi dan komunikasi antar
serikat pekerja/buruh dengan pengusaha dan pemerintah perlu melembaga dan di
kembangkan sehingga keberadaan multiserikat pekerja/serikat buruh dapat
mendorong perusahaan dalam mencapai peningkatan produksi dan kesejahteraan
pekerja/buruh
5. Tata
Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Tata
cara pencatatan SP/SB di atur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No Kep-16/Men/2001.
6. Keterwakilan
Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Kelembagaan Hubungan Industrial
Pengaturan
mengenai perwakilan SP/SB dalam kelembagaan Industrial :
1) Bagi
SP/SB baik secara sendiri maupun gabungan dan telah tercatat sesuai
perundang-undangan dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk di dalam kelembagaan
hubungan industrial,
2) Serikat
pekrja/serikat buruh wajib memiliki kantor dan alamat yang jelas di tempat yang
jelas di tempat kedudukan masing-masing.
3) Penetapan
wakil di tentukan secara proposional sesuai dengan jumlah anggota berdasarkan
hasil audit atau vertifikasi keanggotaan oleh LKS Tripartit.
4) Untuk
memberoleh seorang wakil dalam kelembagaan hubungan industrial di tetapkan atas
dasar pembagian dari jumlah seluruh pekerja/buruh yang menjadi anggota serikat
pekerja/buruh yang bersangkutan di bagi menjadi jumlah wakil yang di butuhkan
pada masing-masing tingkatan.
B.
ORGANISASI PENGUSAHA
1. Sejarah
Berdirinya Organisasi Pengusaha
Dimulai
dengan adanya “Central Sthiching
Social-Economizaken Van Werkgefers Overleks”, ( Badan Permusyawaratan Urusan
Sosial Pengusaha Di Indonesia) sejak tahun 1952 organisasi ini berbentuk
yayasan dengan nama Yayasan Badan Permusyawaratan Urusan Sosial Pengusaha di
Indonesia. Kemudian organisasi tersebut di ubah menjadi perkumpulan berdasarkan
anggaran dasar yang di buat di depan notaries Soejono dengan akta Nomor 6
tanggal 7 april 1970 dengan nama Perhimpunan Urusan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh
Indonesia.organisasi ini terus mengalami perubahan nama berkali2 hingga
akhirnya pada Munas PUSPI II di Surabaya, pada tanggal 29-31 januari 1985 nama
PUSPI dig anti menjadi APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) samapai sekarang.
2. Bentuk,
Sifat, dan Tujuan APINDO
Bentuk dan Sifat APINDO adalah
Organisasi Kesatuan pemberi kerja imdonesia bersifat demokratis.Bebas,Mandiri,dan
Bertanggung Jawab, yang mempunyai kegiatan utama Khusus menangani Bidang
hubungan industrial/ketenagakerjaan, dengan Tujuan :
a) Terciptanya
tingkat sosial ekonomi yang berkeadilan
b) Terciptanya
iklim usaha yang kondusif dan
c) Terciptanya
hubungan industrial yang harmonis
3. Keterkaitan
APINDO dan KADIN
Sebenarnya
secara structural anatara APINDO dan KADIN tidak memiliki hubungan tetapi anatara
keduanya terkait karena sama-sama berkecimpung di dunia usaha. Perbedaanya jika
KADIN menangani Bidang ekonomi Secara umum, yaitu mengenai hal-hal yang
berkaitan dnegan maslaah perdagangan, perindustrian dan jasa sedangkan APINDO
Khusus berkonsentrasi pada bidang SDM dan hubungan industrial (ketenaga
kerjaan) jadi bentuk dan kedudukan organisasi APINDO adalah Independen,
sebagaimana serikat Pekerja/Buruh.
4. Organisasi
Pengusaha Sektoral
a. Sektor
kehutanan dan industrial pegelolaan hasil hutan
1) APHI
2) APKINDO
3) ISWA
4) ASMINDO
5) AIFTA
6) APKIN
7) HIKKINDO
8) HAPFFI
9) APKPI
10) ASKINDO
b. Sector
pertanian dan perkebunan
1) AGI
2) ATI
3) GAPKI
4) GPPD
c. Sector
peternakan dan perikanan
1) GAPPINDO
2) HIPPERINDO
3) HPPI
4) APPU
d. Sector
pertambangan dan energy
1) HISWANAMIGAS
2) ASOSIASI
PEMBORAN MINYAK DAN GAS BUMI
3) APBI
e. Sector
pariwisata
1) ASITA
2) PHRI
f. Sector
jasa perhubungan
1) ORGANDA
2) INSA
3) IATA
g. Sector
jasa kontruksi dan pengembangan (real estate)
1) GAPENSI
2) APEKSINDO
3) GAPEKSINDO
4) ASPEKSINDO
5) AKI
6) REI
7) APERS
h. Sector
industry logam dasar dan mesin
1) AIKI
2) GAPBESI
3) IPERINDO
i.
Sector industry sandang
1) API
j.
Sector niaga, keuangan dan perbankan
1) PERBANAS
2) ARDIN
k. Sector
pendidikan
1) APTISI
2) BPPTSI
3) APTIK
5. Keterwakilan
Serikat Pekerja/serikat Buruh dalam Kelembagaan Hubungan Industrial
a) Organisasi
pengusaha tersebut khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi
oleh KADIN dan istasi pemerintah (pasal 1 angka 1 dan pasal 10)
b) Dengan
syarat memiliki anggota dan atau jumlah pengurus.
1) Tingkat
kabupaten/kota minimal memiliki anggota 10 perusahaan.
2) Untuk
tingkat provinsi memiliki :
a) Jumlah
kepengurusan kabupaten/kota (DPC) minimal 20% dari jumlah kabupaten atau kota
dalam provinsi dan salah satunya berkedudukan di ibu kota provinsi.
b) Anggota
minimal 100 perusahaan di wilayah provinsi yang bersngkutan
3) Untuk
tingkat nasional
a) Jumlah
kepengurusan minimal 20% dari jumlah Provinsi (DPD) di indonesia dan salah
satunya berkedudukan di ibu kota negara
b) Jumlah
kepengurusan kabupaten/kota (DPC) minimal 20% dari jumlah kabupaten atau kota
di indonesia dan salah satunya berkedudukan di ibu kota negara
c) Anggota
minimal 1.000 perusahaan di seluruh Indonesia.
c) Penetapa
dan pembagian jumlah wakil organisasi pengusaha di tentukan secara proposional
sesuai jumlah anggota organisasi pengusaha
d) Untuk
memperoleh wakil dalam kelembagaan hubungan industrial di tetapkan atas dasar
pembagian dari jumlah seluruh perusahaan yang menjadi anggota organisasi di
bagi dengan jumlah wakil yang di buruhkan di masing-masing tingkatan
e) Dalam
hal tidak ada organisasi pengusaha yang memenuhi syarat, maka beberapa
organisasi bergabung agar dapat memenuhi syarat atau di wakili oleh KADIN
setempat
f) Organisasi
yang membidangi ketenaga kerjaan wajib memiliki kantor dan alamat yang jelas di
tempat kedudukan masing-masing.
C.
ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL
(INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION/ILO)
1. Prinsip
dan tujuan berdirinya ILO
ILO
berdiri atas prinsip bahwa perdamaian menyeluruh dan abadi hanya dapat di capai
jika di dasarkan pada keadilan sosial. Unsure penting dalam keadilan sosial,
antara lain, penghargaan atas hak asasi manusia, standar hidup yang layak,
kondisi kerja yang manusiawi, kesempatan kerja dan keamanan ekonomi.
Tujuan
ILO menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat seluruh dunia khusunya kaum
buruh.
Fungsi
ILO di samping sebagai pembuat standar perburuhan internasional tetapi juga
melaksanakan program operasional dan pelatihan-pelatihan perburuhan.
2. Struktur
Organisasi ILO
Struktur ILO terdiri dari tiga macam
yaitu :
1) Siding
umum atau konferensi perburuhan internasional (international labour conference atau ILC)
2) Badan
pengurus atau Governing Body
3) Kantor
Perburuhan internasional
3. Manfaat
Menjadi Anggota ILO
1) Meningkatkan
wawasan di bidang ketenagakerjaan.
2) Memperluas
akses dalam kerjasama bilateral sesama anggota ILO
3) Mendapat
bantuan kerjasama teknis.
4) Memperoleh
pedoman standar ketenaga kerjaan.
5) Meningkatkan
kulitas SDM