TATA HUKUM PENGERTIAN TATA HUKUM Recht Orde, diterjemahkan sebagai susunan
hukum. Susunan hukum dimaksudkan sebagai penempatan aturan-aturan hukum dengan
baik dan tertib, sehingga dengan mudah diketahui dan digunakan untuk
menyelesaikan sengketa
Sejarah tata hukum indonessia.
1.
Masa Vereenigde Oostindische Compagnie (1602-1799)
Pada
masa ini bermula dari hak istimewa yang diberikan oleh pemerintah Belanda
kepada VOC berupa hak octrooi (meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan,
mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dan mencetak uang). Akhirnya Gubernur
Jenderal Pieter Both diberi wewenang untuk membuat peraturan guna menyelesaikan
masalah dalam lingkungan pegawai VOC hingga memutuskan perkara perdata dan
pidana. Kumpulan peraturan pertama kali dilakukan pada tahun 1642, Kumpulan ini
diberi nama Statuta Batavia. Pada tahun 1766 dihasilkan kumpulan ke-2 diberi
nama Statuta Bara. Kekuasaan VOC berakhir pada 31 Desember 1799.
2.
Masa Besluiten Regerings (1844-1855)
Tata hukum Hindia Belanda terdiri dari :
Tata hukum Hindia Belanda terdiri dari :
1.
Peraturan-peraturan tertulis yang dikodifikasikan.
2. Peraturan-pertauran tertulis yang tidak dikodifikasikan.
3. Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi golongan Eropa.
Pada masa ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :
1. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal.
2. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene Maatregel van Bestuur (AMVB).
Pada masa ini pula dimulai penerapan politik agraria yang disebut dengan kerja paksa oleh Gubernur Jenderal Du Bus De Gisignes. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata yang diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1838.
2. Peraturan-pertauran tertulis yang tidak dikodifikasikan.
3. Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi golongan Eropa.
Pada masa ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :
1. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal.
2. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene Maatregel van Bestuur (AMVB).
Pada masa ini pula dimulai penerapan politik agraria yang disebut dengan kerja paksa oleh Gubernur Jenderal Du Bus De Gisignes. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata yang diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1838.
3.
Masa Regerings Reglement/RR (1855-1926 Berhasil diundangkan :
1. Kitab Hukum pidana untuk golongan Eropa melalui S.1866:55.
2. Algemene Politie Strafreglement sebagai tambahan Kitab Hukum Pidana untuk Golongan Eropa.
3. Kitab Hukum Pidana orang bukan Eropa melalui S.1872:85.
4. Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa.
5. Wetboek Van Strafrecht yang berlaku bagi semua golongan penduduk melalui S.1915:732 mulai berlaku 1 Januari 1918.
4. Masa Indische Straatsregeling (1926-1942)
Pada masa ini berdasarkan pasal 163 IS penduduk dibagi menjadi 3 Golongan menjadi :
1. Golongan Eropa – Hukum Eropa
2. Golongan Timur Asing – Sebagian Hukum Eropa dan sebagian Hukum Adat.
3. Golongan Pribumi – Hukum Adat. Tujuan pembagian golongan ini adalah untuk menentukan sistem hukum mana yang berlaku bagi masing-masing golongan berdasarkan pasal 131 IS. Untuk hukum acara digunakan Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering dan Reglement op de Strafvordering untuk Jawa dan Madura.
Susunan Peradilannya :
•Residentiegerecht
1. Kitab Hukum pidana untuk golongan Eropa melalui S.1866:55.
2. Algemene Politie Strafreglement sebagai tambahan Kitab Hukum Pidana untuk Golongan Eropa.
3. Kitab Hukum Pidana orang bukan Eropa melalui S.1872:85.
4. Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa.
5. Wetboek Van Strafrecht yang berlaku bagi semua golongan penduduk melalui S.1915:732 mulai berlaku 1 Januari 1918.
4. Masa Indische Straatsregeling (1926-1942)
Pada masa ini berdasarkan pasal 163 IS penduduk dibagi menjadi 3 Golongan menjadi :
1. Golongan Eropa – Hukum Eropa
2. Golongan Timur Asing – Sebagian Hukum Eropa dan sebagian Hukum Adat.
3. Golongan Pribumi – Hukum Adat. Tujuan pembagian golongan ini adalah untuk menentukan sistem hukum mana yang berlaku bagi masing-masing golongan berdasarkan pasal 131 IS. Untuk hukum acara digunakan Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering dan Reglement op de Strafvordering untuk Jawa dan Madura.
Susunan Peradilannya :
•Residentiegerecht
•
Ruud van Justitie
•
Hooggerechtshoj
Untuk
yang diluar Jawa dan Madura diatur dalam Recht Reglement Brugengewesten
berdasarkan S.1927:227. Hukum acara yang berlaku bagi masing-masing golongan,
susunan peradilannya adalah sebagai berikut :
• Pengadilan Swapraja
• Pengadilan Swapraja
•
Pengadilan Agama
•
Pengadilan Militer
Untuk
golongan Pribumi berlaku hukum adat dalam bentuk tidak tertulis tetapi dapat
diganti dengan ordonansi yang dikeluarkan Pemerintah Belanda berdasarkan pasal
131 (6) IS.
5. Masa Jepang (Osamu Seirei)
Pada masa penjajahan Jepang daerah Hindia dibagi menjadi Indonesia Timur (dibawah kekuasaan AL jepang berkedudukan di Makassar) dan Indonesia Barat (dibawah kekuasaan AD Jepang yang berkedudukan di Jakarta). Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan dibuat dengan dasar “Gun Seirei” melalui Osamu Seirei.Pasal 3 Osamu Seirei No. 1/1942 menentukan bahwa “semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang lalu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer.”
6. Pasca Kemerdekaan
5. Masa Jepang (Osamu Seirei)
Pada masa penjajahan Jepang daerah Hindia dibagi menjadi Indonesia Timur (dibawah kekuasaan AL jepang berkedudukan di Makassar) dan Indonesia Barat (dibawah kekuasaan AD Jepang yang berkedudukan di Jakarta). Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan dibuat dengan dasar “Gun Seirei” melalui Osamu Seirei.Pasal 3 Osamu Seirei No. 1/1942 menentukan bahwa “semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang lalu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer.”
6. Pasca Kemerdekaan
a.
Masa 1945-1949
Dalam
menyelenggarakan pemerintahan, UUD 45 adalah landasan yuridisnya, sedangkan
politik hukum yang berlaku terdapat pada Pasal II Aturan peralihan UUD 45 “segala badan negara dan peraturan
yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD
ini. Masa ini berlaku konstitusi RIS. Tata hukum yang berlaku adalah tata hukum
pada masa 1945-1949 dan produk peraturan baru yang dihasilkan selama kurun
waktu 27/12/1949 s.d 16/8/1950. Dasarnya pasal 192 KRIS.
b.
Masa 1950 – 1959
Pada
masa ini berlaku UUDS. Tata hukum yang berlaku adalah tata hukum yang terdiri
dari semua peraturan yang dinyatakan berlaku dengan pasal 142 UUDS 1950 yang
ditambah dengan peraturan baru selama masa kurun waktu 17/8/1950 hingga 4/7/1959.
c.
Masa 1959 – sekarang
Berdasarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kita kembali ke UUD 45. Tata hukum yang berlaku
adalah tata hukum yang terdiri dari segala peraturan masa 1950-1959 dan segala
peraturan yang berlaku berdasarkan pasal II Aturan Tambahan dan Peraturan yang
dibentuk setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Sistem Hukum adalah kesatuan utuh dari
tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian
atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan
berkaitan
secara erat. Dalam Sistem Hukum yang baik tidak boleh terjadi
pertentangan-pertentangan
atau tumpang tindih diantara bagian-bagian yang ada.
Jika
pertentangan atau kontradiksi tersebut terjadi, sistem itu sendiri yang
menyelesaikan
hingga tidak berlarut Dalam Sistem Hukum Positif Indonesia terdapat subsistem
Hukum Perdata, Subsistem Hukum
Pidana, Subsistem Hukum Tata Negara
Hukum pidana
Hukum
pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang
mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang
diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat
diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.
Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan
perundang - undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama
dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan
sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan
sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh
peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara
langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan
sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana
diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang
merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP
merupakan lex generalis bagi
pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi
dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis)
Hukum pidana dalam Islam dinamakan qisas, yaitu
nyawa dibalas dengan nyawa, tangan dengan tangan, tetapi di dalam Islam ketika
ada orang yang membunuh tidak langsung dibunuh, karena harus melalui proses
pemeriksaan apakah yang membunuh itu sengaja atau tidak disengaja, jika sengaja
jelas hukumannya adalah dibunuh jika tidak disengaja wajib membayar di dalam Islam wajib memerdekakan budak yang selamat, jika tidak
ada membayar dengan 100 onta, jika mendapat pengampunan dari si keluarga korban
maka tidak akan terkena hukuman.
Hukum
perdata
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu
dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum
privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat
adalah jual beli rumah atau kendaraan .
Hukum
perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
- Hukum keluarga
- Hukum harta kekayaan
- Hukum benda
- Hukum Perikatan
- Hukum Waris
Sistem hukum
Ada
berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di
dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, common law
system, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum agama.
Sistem hukum Eropa Kontinental
Sistem
hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya
berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis
yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60%
dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
Common
law system adalah SUATU sistem hukum yang di gunakan di Inggris yang mana di
dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu dimana hukum tidak dibatasi
oleh undang-undang tetapi hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan
undang-undang atau mengabaikannya.
Sistem hukum Anglo-Saxon
Sistem
Anglo-Saxon
adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi,
yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Hukum Adat
adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu
wilayah. misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum
adat. dan memiliki sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di wilayah
tertentu.
Sistem hukum agama
Sistem
hukum agama
adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum
agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar